Orang Indonesia Pertama yang Mempunyai Mobil Pribadi
Orang
Indonesia pertama yang tercatat sebagai pemilik mobil adalah Sunan
Solo, pada tahun 1894. Mobilnya bermerk Benz, tipe Carl Benz, beroda
empat. Diperlukan waktu satu tahun persiapan pembuatannya, karena tipe
ini memiliki banyak variasi sesuai dengan pesanan Sunan. John.C.Potter
seorang penjual mobil mendapat kepercayaan untuk mengurusi pengirimannya
dari Eropa.
Tahun 1907 salah seorang keluarga raja lain di Solo,
Kanjeng Raden Sosrodiningrat membeli sebuah mobil merk Daimler. Mobil
merk ini memang tergolong mobil mahal dan hanya dimiliki oleh
orang-orang berkedudukan tinggi. Mobil ini bekerja dengan empat silinder
sama dengan kendaraan yang dipakai oleh Gubernur Jenderal di Batavia.
Malahan ada kabar burung, bahwa dibelinya mobil Daimler tersebut oleh keluarga Sunan Solo, disebabkan karena Sunan tidak mau kalah gengsi dengan Gubernur Jenderal. Sebelumnya, ketika Gubernur masih menggunakan mobil merk Fiat atau sebuah kereta yang ditarik dengan 40 ekor kuda, tidak seorang pun berani menyainginya. Tetapi tiba-tiba saja Sunan Solo memesan mobil dari pabrik dan merk yang sama, Kanjeng Raden Sosrodiningrat memesan mobil Daimlernya lewat Prottel & Co.
Ni dia mobilnya …
Orang
Indonesia lainnya yang juga dari keluarga kesultanan yang memiliki
mobil pribadi ialah Sultan Ternate pada tahun 1913. Keinginannya untuk
memiliki dan mengendarai sendiri ‘kereta setan’, setelah merasakan
nikmatnya duduk di kendaraan merk King Dick yang dibawa oleh seorang
Belanda dalam perjalanan keliling Maluku. Sultan begitu terkesan dan
langsung memesan sebuah mobil yang disesuaikan dengan kondisi daerahnya,
tidak seperti King Dick yang beroda tiga, tetapi Sultan Ternate
menginginkan kendaraan roda empat yang bisa dibawa kemana saja bila ia
inginkan.
Ada juga orang Indonesia yang lain, sebagai pemilik
mobil pertama untuk daerahnya, di Pekalongan. Namanya Raden Mas Ario
Tjondro, Bupati Berebes. Di tahun 1904 mobilnya sudah kelihatan
mondar-mandir di kotanya. Mobilnya merk Orient Backboard, mobil ini
dilengkapi dengan persneling maju dan mundur. Tetapi hanya memiliki satu
silinder dan berkekuatan delapan PK, serta menggunakan tenaga rantai
untuk menggerakan roda-rodanya.
Ramainya
pasar jual-beli mobil, menggugah minat para pengusaha kuat untuk
bertindak sebagai importir mobil. Gagasan untuk terjun ke dalam dunia
dagang sektor impor kurun waktu itu memang masih sangat langka.
Disamping belum adanya kepastian hukum, juga semangat beli masih bisa
dihitung dengan jari. Maka bermunculanlah perusahan-perusahaan baru yang
menjanjikan jasa kepengurusan pengiriman mobil dari negeri asal.
Baik
dari Eropa maupun dari Amerika. Namun hanya ada beberapa nama saja yang
bisa bertahan sampai tahun-tahun menjelang Perang Dunia ke II. Diantara
mereka adalah R.S Stockvis & Zonnen Ltd, yang tidak saja mengurus
pesanan mobil-mobil Eropa maupun Amerika tetapi juga menyediakan
suku-suku cadang lain yang diperlukan untuk mobil dan motor. Juga nama
Verwey & Lugard dan Velodrome yang berkantor pusat di Surabaya.
Nama-nama
lain yang kurang menerima pesanan impor seperti pemilik mobil O’herne
yang juga memiliki mobil Peugeot juga akhirnya berminat menjadi
perantara importir mobil seperti merk yang dimilikinya. Juga nama
H.Jonkhoff yang berangkat dari pengusaha Piano kemudian menanamkan
modalnya untuk bertindak sebagai agen impor mobil dari Amerika seperti
merk Ford, Studebaker dan mobil-mobil keluaran Jerman, Darraq, Benz,
Brasier, Berliet dan lainnya.
Ada juga usaha untuk mendatangkan
mobil-mobil Italia dan Perancis yang pada saat itu di Batavia kurang
mendapat pasaran. Namun ternyata, setelah ditangani dengan
publikasi/promosi yang baik produksi kedua negara tersebut jadi banyak
dibeli, terutama mobil merk Fiat yang mungil bentuknya namun bertenaga
besar. Cabang para importir mobil tersebut bukan hanya di Batavia dan
Surabaya, tetapi ada juga di Semarang, Bandung, Medan dan kota lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar